Kamis, 11 Oktober 2007

budaya negara indonesia

Adat

Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah.
Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang.

Asal kata adat

Menurut Jalaluddin Tunsam (seorang yang berkebangsaan Arab yang tinggal di Aceh dalam tulisannya pada tahun 1660) "Adat" berasal dari bahasa Arab Adah yang berarti "kebiasaan-kebiasaan dari masyarakat".

Di Indonesia kata Adat baru digunakan pada sekitar akhir abad 19. Sebelumnya kata ini hanya dikenal pada masyarakat Melayu setelah pertemuan budayanya dengan agama Islam pada sekitar abad 15-an. Kata ini antara lain dapat dibaca pada Undang-undang Negeri Melayu.

Hukum adat

Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.

Hukum adat di Indonesia

Dari 19 daerah lingkungan hukum (rechtskring) di Indonesia, sistem hukum adat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:

1. Hukum Adat mengenai tata negara

2. Hukum Adat mengenai warga (hukum pertalian sanak, hukum tanah, hukum perhutangan).

3. Hukum Adat menganai delik (hukum pidana).

Istilah Hukum Adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah oleh Prof. Dr. C Snouck Hurgronje, Kemudian pada tahun 1893, Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje dalam bukunya yang berjudul "De Atjehers" menyebutkan istilah hukum adat sebagai "adat recht" (bahasa Belanda) yaitu untuk memberi nama pada satu sistem pengendalian sosial (social control) yang hidup dalam Masyarakat Indonesia.
Istilah ini kemudian dikembangkan secara ilmiah oleh Cornelis van Vollenhoven yang dikenal sebagai pakar Hukum Adat di Hindia Belanda (sebelum menjadi Indonesia).

Wilayah hukum adat di Indonesia

Menurut hukum adat, wilayah yang dikenal sebagai Indonesia sekarang ini dapat dibagi menjadi beberapa lingkungan atau lingkaran adat (Adatrechtkringen).

Seorang pakar Belanda, Cornelis van Vollenhoven adalah yang pertama mencanangkan gagasan seperti ini. Menurutnya daerah di Nusantara menurut hukum adat bisa dibagi menjadi 23 lingkungan adat berikut:

1. Aceh

2. Gayo dan Batak

3. Nias dan sekitarnya

4. Minangkabau

5. Mentawai

6. Sumatra Selatan

7. Enggano

8. Melayu

9. Bangka dan Belitung

10. Kalimantan (Dayak)

11. Sangihe-Talaud

12. Gorontalo

13. Toraja

14. Sulawesi Selatan (Bugis/Makassar)

15. Maluku Utara

16. Maluku Ambon

17. Maluku Tenggara

18. Papua

19. Nusa Tenggara dan Timor

20. Bali dan Lombok

21. Jawa dan Madura (Jawa Pesisiran)

22. Jawa Mataraman

23. Jawa Barat (Sunda)

Penegak hukum adat

Penegak hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera.

Aneka Hukum Adat

Hukum Adat berbeda di tiap daerah karena pengaruh

1. Agama : Hindu, Budha, Islam, Kristen dan sebagainya. Misalnya : di Pulau Jawa dan Bali dipengaruhi agama Hindu, Di Aceh dipengaruhi Agama Islam, Di Ambon dan Maluku dipengaruhi agama Kristen.

2. Kerajaan seperti antara lain: Sriwijaya, Airlangga, Majapahit.

3. Masuknya bangsa-bangsa Arab, China, Eropa.

Pengakuan Adat oleh Hukum Formal

Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat.

Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap "hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat" sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi :

1. Penyamaan persepsi mengenai "hak ulayat" (Pasal 1)

2. Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5).

3. Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)